
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah akhirnya menyepakati penghapusan larangan siaran langsung persidangan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU). Kesepakatan ini dinilai sebagai langkah progresif dalam upaya meningkatkan keterbukaan informasi publik dan pengawasan terhadap proses peradilan di Indonesia.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa keputusan penghapusan larangan siaran langsung persidangan ini diambil setelah pihaknya menerima berbagai masukan dari kelompok masyarakat sipil, termasuk organisasi pers. Aspirasi tersebut dianggap penting sebagai wujud partisipasi publik dalam pembentukan kebijakan hukum yang transparan dan akuntabel.
Larangan terhadap siaran langsung sebelumnya dinilai membatasi akses masyarakat terhadap proses peradilan yang seharusnya terbuka. Dengan dihapusnya larangan tersebut, diharapkan publik bisa menyaksikan secara langsung jalannya persidangan, sehingga dapat memperkuat kepercayaan terhadap sistem hukum dan memperkuat prinsip peradilan yang adil dan terbuka.
Meskipun disambut positif, pelaksanaan siaran langsung persidangan juga menghadirkan tantangan tersendiri, terutama terkait pengaturan teknis agar tidak mengganggu jalannya proses hukum. Regulasi tambahan kemungkinan akan dibutuhkan untuk memastikan keseimbangan antara transparansi dan perlindungan terhadap hak-hak pihak yang berperkara.
Kesepakatan DPR dan pemerintah untuk mencabut larangan siaran langsung persidangan dalam RUU merupakan respons nyata terhadap tuntutan masyarakat akan keterbukaan. Dengan keterlibatan publik dan media dalam mengawasi jalannya proses hukum, diharapkan sistem peradilan Indonesia dapat menjadi lebih akuntabel, profesional, dan berpihak pada keadilan.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?