Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, yang dikenal sebagai *Presidential Threshold* (PT), melalui putusan nomor 62/PUU-XXII/2024 pada Kamis (2/1/2025). Keputusan ini dianggap sebagai angin segar bagi partai-partai kecil dan diharapkan dapat mengubah dinamika politik nasional secara signifikan.
Ketua MK, Suhartoyo, menjelaskan bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, ketentuan ambang batas 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung pasangan calon presiden kini dihapus. "Pengusulan pasangan calon presiden tidak lagi didasarkan pada persentase jumlah kursi DPR atau suara sah secara nasional," ujar Suhartoyo.
Putusan ini membuka peluang baru, terutama bagi partai kecil yang sebelumnya terhambat oleh aturan tersebut. Dengan dihapuskannya PT, partai-partai kecil kini memiliki kesempatan lebih besar untuk mencalonkan kandidat presiden dan wakil presiden. Namun, perubahan ini juga menjadi tantangan bagi partai-partai besar seperti PDIP dan Golkar, yang selama ini mendominasi peta koalisi nasional.
Menurut pengamat politik dari Archy Strategy, Radis Hadi, penghapusan PT dapat mengurangi daya tarik partai besar dalam membangun koalisi. "Tanpa aturan ini, semua partai memiliki hak setara untuk mencalonkan kandidat, sehingga koalisi tidak lagi sepenuhnya bergantung pada dominasi partai besar," katanya pada Minggu (5/1/2025).
Saat ini, PDIP memiliki 110 kursi DPR (18,97 persen), diikuti Golkar dengan 102 kursi (17,59 persen). Kedua partai ini sebelumnya memiliki pengaruh besar dalam menentukan pasangan calon presiden melalui koalisi berbasis ambang batas. Dengan dihapuskannya PT, partai-partai besar harus beradaptasi dengan strategi politik baru untuk tetap relevan dalam peta politik nasional.
Radis menambahkan bahwa keputusan ini dapat membuka ruang demokrasi lebih luas jika dikelola dengan baik. "Dengan bertambahnya calon presiden, masyarakat akan memiliki lebih banyak pilihan, sehingga kontrol publik terhadap demokrasi juga meningkat," ujarnya.
Namun, putusan MK ini tidak lepas dari tantangan. Dua hakim konstitusi, Anwar Usman dan Daniel Yusmic, menyampaikan dissenting opinion, menyatakan bahwa pemohon gugatan tidak memiliki legal standing. Meskipun demikian, keputusan ini tetap berlaku dan menuntut partai besar untuk beradaptasi dalam strategi politik mereka.
Dengan dihapuskannya PT, peta politik Indonesia diprediksi akan berubah drastis. Lebih banyak kandidat yang dapat mencalonkan diri pada Pemilu mendatang, memberikan masyarakat lebih banyak pilihan dalam menentukan pemimpin mereka. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi politik dan memperkuat demokrasi di Indonesia.
Penghapusan aturan *Presidential Threshold* oleh MK merupakan langkah signifikan yang dapat mengubah lanskap politik Indonesia. Meskipun menghadapi tantangan, keputusan ini membuka peluang baru bagi partai kecil dan mendorong partai besar untuk beradaptasi dengan strategi baru. Dengan lebih banyak kandidat yang dapat mencalonkan diri, masyarakat diharapkan dapat lebih aktif berpartisipasi dalam proses demokrasi, sehingga memperkuat sistem politik Indonesia secara keseluruhan.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?