Pada tanggal 26 Desember 2004, bencana alam yang luar biasa mengguncang wilayah Aceh. Gelombang tsunami setinggi 30 meter menyapu bersih daerah pesisir setelah gempa berkekuatan lebih dari M 9,0 mengguncang Samudra Hindia. Bencana ini mengakibatkan lebih dari 230.000 nyawa melayang dan 500.000 orang kehilangan tempat tinggal, sebagaimana dilaporkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 4 Januari 2005. Tsunami Aceh menjadi salah satu bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi di dunia.
Tsunami ini juga menyoroti kurangnya kewaspadaan dan mitigasi bencana pada saat itu. Tidak ada yang menyangka bahwa suara dentuman keras dari laut akan membawa kehancuran besar bagi tanah Serambi Mekah. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gempa yang memicu tsunami terjadi pada pukul 07.58 WIB, berpusat di Samudra Hindia, sekitar 250 kilometer dari pantai barat Aceh, dengan magnitudo antara 9,1 hingga 9,3 dan berlangsung selama sekitar 10 menit.
Setelah gempa, warga pesisir melihat air laut tiba-tiba surut, dan terdengar suara dentuman keras seperti bom dari arah laut. Geolog George Plafker, Lloyd Cluff, dan Stuart Nishenko, dalam tulisan David P Hill dari United States of Geological Survey (USGS), mengungkapkan bahwa banyak saksi mendengar suara dentuman tersebut. Namun, warga tidak dapat membaca tanda-tanda ini. Dua puluh menit setelah gempa, air laut naik dan menerjang sebagian besar wilayah pesisir Aceh, diikuti oleh serangkaian gelombang panjang yang semakin memperparah keadaan.
Gelombang tsunami setinggi 30 meter dengan kecepatan 100 meter per detik atau 360 kilometer per jam bergerak menuju daratan, menghancurkan segala sesuatu yang dilewatinya. Warga, hewan ternak, rumah, hingga infrastruktur hanyut. Besarnya tsunami bahkan mampu menyeret Kapal PLTD Apung sejauh 5 kilometer dari perairan ke tengah daratan. Kota Banda Aceh, Meulaboh, dan sejumlah daerah di sepanjang pesisir porak-poranda dalam hitungan menit.
Setelah tsunami Aceh, muncul narasi yang menyebut bahwa ledakan tersebut berasal dari bom nuklir. Namun, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, membantah hal ini. Suara dentuman berasal dari bunyi patahan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia. Aktivitas tektonik ini dapat dibuktikan melalui data rekaman getaran tanah dalam seismogram. BMKG menemukan adanya rekaman gelombang badan berupa gelombang P (pressure) yang tercatat tiba lebih awal dibandingkan gelombang S (shear) yang datang berikutnya. Munculnya gelombang S pada seismogram menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi di Samudra Hindia adalah proses pergeseran pada kerak Bumi.
Bencana tsunami Aceh tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga negara-negara lain seperti Sri Lanka, India, Thailand, Somalia, Myanmar, Maladewa, Malaysia, Tanzania, Seychelles, Bangladesh, Afrika Selatan, Yaman, Kenya, dan Madagaskar. Namun, Indonesia adalah negara yang terdampak paling parah. Setelah bencana, beberapa negara mengerahkan bantuan ke Aceh. Salah satunya adalah Amerika Serikat yang mengirim kapal induk USS Abraham Lincoln untuk membantu evakuasi korban dan penyaluran bantuan. Masyarakat internasional juga memberikan donasi senilai 2 miliar dollar AS (Rp 31 triliun).
Wilayah Aceh yang terdampak bencana mulai pulih pada tahun 2009. Selama lima tahun, pemerintah melakukan tiga langkah penanganan, meliputi tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi yang menelan dana lebih dari Rp 10 triliun. Pemerintah saat itu juga membentuk lembaga khusus, yaitu Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) untuk menangani bencana di Aceh. Pada tahun 2009, didirikan sebuah museum untuk mengenang kejadian pilu itu, yaitu Museum Tsunami Aceh yang terletak di Kota Banda Aceh.
Tsunami Aceh 2004 adalah tragedi yang meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia dan dunia. Bencana ini mengingatkan kita akan pentingnya kewaspadaan dan mitigasi bencana. Upaya pemulihan yang dilakukan menunjukkan semangat kebersamaan dan solidaritas internasional dalam menghadapi bencana. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan penanganan bencana di masa depan.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?