Tantangan dan Dinamika Emiten Ritel Indonesia Sepanjang 2024
Sepanjang tahun 2024, sektor ritel di Indonesia menghadapi badai tantangan yang memaksa banyak emiten untuk menutup gerai dan pabriknya. Langkah ini diambil sebagai upaya efisiensi akibat menurunnya permintaan yang berdampak pada kinerja keuangan. Beberapa nama besar seperti Matahari Department Store dan Sepatu Bata menjadi sorotan dalam dinamika ini.
Kondisi suboptimal yang dialami oleh emiten ritel disebabkan oleh berbagai faktor. Perubahan perilaku konsumen yang lebih memilih belanja online, persaingan pasar yang semakin ketat dengan banyaknya barang murah, serta kurangnya inovasi dan pembaruan menjadi alasan utama. Selain itu, pelemahan daya beli masyarakat turut memperburuk situasi.
Matahari, salah satu peritel modern terkemuka, melakukan penyesuaian dengan menutup 13 toko dan mengawasi 20 toko lainnya. Langkah ini diambil untuk mengurangi jumlah gerai yang berkinerja rendah. Hingga 30 September 2024, Matahari mengoperasikan 147 gerai, turun dari 154 gerai pada akhir 2023. Perusahaan juga mengembangkan strategi omni-channel dan memperluas jangkauan marketplace untuk meningkatkan pengalaman belanja online.
CEO Matahari, Monish Mansukhani, menegaskan komitmen perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan lanskap ritel. Meskipun menghadapi tantangan ekonomi makro, Matahari berencana untuk mengakhiri tahun dengan EBITDA sebesar Rp 1,2 triliun. Inisiatif strategis seperti peningkatan produk dan ekspansi merek diharapkan dapat memperkuat daya tarik Matahari di segmen pelanggan baru.
PT Sepatu Bata Tbk menghadapi kerugian sebesar Rp131,27 miliar hingga kuartal III/2024. Penutupan pabrik di Purwakarta dan pemutusan hubungan kerja terhadap 233 pekerja menjadi langkah yang diambil perusahaan. Sejak pandemi Covid-19, penjualan Bata mengalami penurunan signifikan. Meski demikian, manajemen optimistis dapat memperbaiki kinerja keuangan pada 2025 dengan mengandalkan produksi dari suplier lokal.
Berbeda dengan Matahari dan Sepatu Bata, Alfamart justru menambah 1.000 gerai baru meskipun menutup 400 unit toko. Penutupan dilakukan karena faktor ketidakmenguntungan, seperti biaya sewa yang tinggi. Direktur Corporate Affairs Alfamart, Solihin, menargetkan penambahan 1.200 toko baru pada 2025. Bisnis minimarket ini masih memiliki potensi besar untuk berkembang, terutama di wilayah Jabodetabek.
Tahun 2024 menjadi tahun penuh tantangan bagi emiten ritel di Indonesia. Penutupan gerai dan pabrik menjadi langkah yang tak terhindarkan bagi beberapa perusahaan. Namun, dengan strategi yang tepat dan adaptasi terhadap perubahan pasar, diharapkan sektor ritel dapat bangkit dan kembali menunjukkan kinerja positif di masa mendatang.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?