VOXINDONESIA.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Muhamad Haniv, mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi. Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Haniv belum ditahan. Penetapan ini diumumkan oleh Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Selasa (25/2/2025).
Haniv disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sejak tahun 2011, Haniv menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Provinsi Banten, dan kemudian pada tahun 2015-2018, ia menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus. Selama masa jabatannya, Haniv diduga menggunakan pengaruh dan koneksinya untuk kepentingan pribadi dan usaha anaknya, Feby Paramita, yang memiliki usaha fashion brand bernama FH POUR HOMME by FEBY HANIV.
Pada 5 Desember 2016, Haniv mengirimkan email kepada Yul Dirga, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3, meminta sponsorship untuk fashion show FH POUR HOMME by FEBY HANIV yang akan dilaksanakan pada 13 Desember 2016. Permintaan tersebut ditujukan kepada "2 atau 3 perusahaan yang kenal dekat saja" dengan mencantumkan nomor rekening BRI dan nomor handphone atas nama Feby Paramita, dengan permintaan sejumlah Rp150.000.000.
Sebagai hasil dari permintaan tersebut, terdapat transfer masuk ke rekening BRI milik Feby Paramita sebesar Rp300.000.000, yang diidentifikasi sebagai gratifikasi dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus dan pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3. Sepanjang tahun 2016-2017, total dana yang masuk ke rekening Feby Paramita terkait pelaksanaan fashion show tersebut mencapai Rp387.000.000 dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus, dan Rp417.000.000 dari pihak lain.
Asep Guntur Rahayu mengungkapkan bahwa total penerimaan gratifikasi berupa sponsorship untuk pelaksanaan fashion show FH POUR HOMME by FEBY HANIV mencapai Rp804.000.000. Perusahaan-perusahaan yang memberikan sponsorship tersebut menyatakan tidak mendapatkan keuntungan dari pemberian uang tersebut.
Selain itu, pada periode 2014-2022, Haniv diduga menerima sejumlah uang dalam bentuk valuta asing dolar Amerika dari beberapa pihak melalui Budi Satria Atmadi. Budi Satria Atmadi kemudian menempatkan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah Rp10.347.010.000, yang akhirnya dicairkan ke rekening Haniv sebesar Rp14.088.834.634.
Pada tahun 2013-2018, Haniv juga melakukan transaksi keuangan melalui rekening-rekening miliknya dengan total Rp6.665.006.000 melalui Perusahaan Valuta Asing dan pihak-pihak terkait.
Secara keseluruhan, Muhamad Haniv diduga menerima gratifikasi untuk fashion show sebesar Rp804.000.000, penerimaan lain dalam bentuk valuta asing sebesar Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR sebesar Rp14.088.834.634, sehingga total penerimaan mencapai sekurang-kurangnya Rp21.560.840.634. Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, serta komitmen KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?