VOXINDONESIA.COM, Jakarta Barat - Para pedagang di Pasar Jaya Sawah Besar tengah dilanda kebingungan dalam menjajakan Minyakita, minyak goreng bersubsidi dari pemerintah. Masalah utama yang mereka hadapi adalah harga eceran tertinggi (HET) yang tercetak pada kemasan, yang ternyata lebih rendah dibandingkan harga beli dari pemasok.
Icang, seorang pedagang berusia 72 tahun, mengungkapkan kebingungannya kepada Kompas.com pada Selasa (25/2/2025). "Saya pusing menjual Minyakita karena ada cetakan harga banderol di depan kemasan," ujarnya. Di kemasan Minyakita, tertera HET sebesar Rp 15.750 per liter, sementara Icang harus membeli dari pemasok dengan harga Rp 16.000 per liter. Dengan demikian, keuntungan yang bisa ia dapatkan hanya sekitar Rp 2.000 per kemasan.
Rudi, pedagang lainnya yang berusia 50 tahun, juga mengalami masalah serupa. Ia membeli Minyakita dari pemasok dengan harga yang lebih tinggi dari HET. "Minyakita ada harga banderol di depan kemasan seharga Rp 15.700-an per liter. Padahal, kita beli dari supplier enggak seharga itu," tegasnya. Rudi hanya bisa mengambil keuntungan sekitar Rp 1.500-2.000 per liter, menjualnya dengan harga Rp 17.500 atau Rp 18.000. Namun, harga jual yang lebih tinggi dari HET sering kali menimbulkan keluhan dari konsumen.
Rudi mengaku telah mengajukan komplain kepada pemasok mengenai harga beli dan meminta agar HET di kemasan Minyakita dihapus. Sayangnya, keluhan tersebut tidak mendapatkan respons. Sebelumnya, baik Icang maupun Rudi juga mengungkapkan adanya pembatasan pembelian Minyakita dari pemasok, yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir.
Rudi menjelaskan bahwa pemasok membatasi pembelian Minyakita oleh pedagang, yaitu 10 karton dalam 10 hari. Satu karton berisi 12 bungkus Minyakita ukuran 1 liter, dan Rudi membeli satu karton dengan harga Rp 198.000. "Dari harga total itu, Minyakita per satu kemasan itu saya beli Rp 15.750 sampai Rp 16.500," ujarnya.
Meskipun demikian, menurut Rudi, Minyakita tidak terlalu diminati oleh pembeli. Dalam sebulan, ia hanya mampu menjual sekitar 100 kemasan. "Hanya rumah makan, warteg, dan tukang gorengan yang biasanya beli Minyakita," ungkapnya. Keluhan yang sama juga disampaikan oleh Icang, yang sebelumnya bebas membeli stok Minyakita dari pemasok. Kini, ia hanya bisa mendapatkan 6 karton untuk dijual ke konsumen.
Kondisi ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi para pedagang di Pasar Jaya Sawah Besar. Mereka harus mencari cara untuk tetap mendapatkan keuntungan meskipun harga beli dari pemasok lebih tinggi dari HET yang tercetak di kemasan. Selain itu, mereka juga harus menghadapi keluhan dari konsumen yang merasa harga jual tidak sesuai dengan yang tertera di kemasan.
Para pedagang berharap ada solusi dari pihak terkait untuk mengatasi masalah ini. Mereka menginginkan adanya penyesuaian harga atau penghapusan HET pada kemasan Minyakita agar dapat menjual dengan harga yang lebih sesuai dengan harga beli dari pemasok. Dengan demikian, mereka dapat menjalankan usaha dengan lebih lancar dan mengurangi keluhan dari konsumen.
Situasi yang dihadapi oleh pedagang di Pasar Jaya Sawah Besar menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih fleksibel dalam penetapan harga eceran tertinggi untuk produk subsidi seperti Minyakita. Dengan mempertimbangkan harga beli dari pemasok, diharapkan pedagang dapat menjual produk dengan harga yang wajar dan tetap mendapatkan keuntungan yang layak. Hal ini juga akan membantu menjaga kepuasan konsumen dan kelangsungan usaha para pedagang.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?